Kiprah Kampung Ramah Lingkungan Larangan Merajut Keberlajutan dalam Merawat Lingkungan dan Keberagaman
Kiprah Kampung Ramah Lingkungan Larangan Merajut Keberlajutan dalam Merawat Lingkungan dan Keberagaman - “Udah lapor RT, RW, sampai ke kelurahan. Udah mediasi, mediasi gak ada titik temu. Pak Lurah malah telepon ke pemilik tanah ini. Pak Sidik itu cuma bilang ‘Nggak, pokoknya biarin aja, Pak, tutup aja,’ gitu. Pak Lurah cuma bilang tanah – tanah dia. Jadi bingung juga, gitu,” Ibu Puji menceritakan kisahnya. Satu-satunya akses ke jalan ditutup oleh tetangga perempuan yang tinggal di Cililitan ini. Pak Sidik yang menutup akses jalan merasa berhak karena dia menutup jalan di atas tanah miliknya sementara tetangga yang di belakang rumahnya membuatnya tidak nyaman. Pengerjaan pembangunan di rumah tetangga membuat lalu-lalang tukang dan mengakibatkan kebersihan tidak terjaga.
Menjembatani
Perbedaan
Permasalahan
antar-tetangga seperti ini kerap menjadi viral dengan adanya media sosial. Perilaku
Masriah di Sidoarjo merupakan salah satu yang paling ekstrem. Perempuan berusia
56 tahun ini kerap menyiram air kencing ke rumah tetangganya sejak 2017 hingga
2023 agar tak betah. Rumah yang ditempati tetangganya dahulu merupakan milik
adik Masriah namun sudah dijual oleh adiknya dan Masriah ingin memilikinya
kembali. Masriah kerap menyiram air seni dan sampah ke rumah tetangganya,
dengan harapan tetangganya tak betah sehingga menjual rumah tersebut kepadanya
dengan harga murah.
Solusinya bagaimana?
Tentunya masing-masing pihak harus menemukan titik temu demi ketertiban,
kepentingan, dan ketenangan bersama. Tak bisa hanya dari satu pihak karena
bertepuk sebelah tangan itu melelahkan, cuy!
Kambing hitam dari
perselisihan hingga pertikaian adalah PERBEDAAN. Jangankan perbedaan suku,
agama, dan ras (SARA) – perbedaan pola pikir atau perbedaan perspektif saja
bisa menimbulkan keributan seperti dua contoh di atas. Pertikaian karena
perbedaan SARA bisa menimbulkan dampak yang jauh lebih besar daripada kedua
kasus di atas, contohnya konflik antar-agama yang terjadi di Ambon pada tahun
1999 – jangan sampai terulang!
Upaya negara dalam
merukunkan masyarakat Indonesia dalam keberagaman masih berlangsung hingga
kini. Salah satu upayanya adalah Kementerian Agama Kota memaklumatkan RW 08 Merbabu Asih di Kelurahan Larangan atau Kampung Ramah
Lingkungan Larangan, di Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon sebagai Kampung Moderasi Beragama pada 26 Juli 2023.
Kampung Moderasi Beragama
adalah kampung yang memiliki sifat toleransi antar umat beragama yang tinggi
dan menciptakan kerukunan antar umat beragama di tengah masyarakat. Kampung
moderasi beragama adalah model kampung yang mengutamakan kolaborasi lintas
unsur, lembaga, dan lapisan masyarakat. Tujuannya adalah memperkuat kehidupan
masyarakat yang harmonis dalam keragaman, toleran, memperkokoh sikap beragama
yang moderat berbasis desa atau kampung.
Keberagaman dan toleransi antar
umat beragama di sana sudah terbentuk sejak lama dan terus dirawat sampai hari ini.
Sebelumnya, kampung yang juga berjuluk Kampung Wisata Edukasi Lingkungan ini mendapatkan
penghargaan Program Kampung Iklim (ProKlim) dari Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2018.
Inspirasi
Masa Kini dari RW 08 Merbabu Asih
Di antara sejumlah ibu dan
lansia (lanjut usia) yang sedang membatik sembari bercerita di
RW 008 Merbabu Asih, Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon ada
Adriani Jeanny Bittikaka yang sedang menekuni sebuah gambar.
Kelurahan Larangan semakin
sejuk sejak mendapatkan bantuan 1.500 pohon produktif dari Astra Group melalui
Asuransi Astra Buana pada tahun 2021. Bantuan berupa pohon jambu, mangga
gedong, jambu kristal, sawo, kopyor, dan lain-lain ini merupakan bagian dari
tanggung jawab sosial Astra. Bantuan ini merupakan sinergitas yang baik antara
Pemda Kota Cirebon, warga dan Astra Group. Terlebih, RW 08 Merbabu Asih alias Kampung
Ramah Lingkungan Larangan merupakan satu dari 113 kampung berseri astra (KBA).
Jeanny tampak asyik
menggambar jagung di atas selembar kain putih. Mudah baginya memindahkan
deskripsi jagung yang tumbuh di sekitar rumahnya ke atas kain putih itu.”Ini
batik proklim. Isinya, cerita tentang apa yang ada di kampung kami,” ujar
perempuan berusia 45 tahun itu.
Batik karya Jeanny bertema
alam dan ramah lingkungan. Bukan hanya menampilkan motif tanaman, batik karyanya
itu juga menggunakan bahan seperti lem batik berbahan utama tepung tapioka, cantingnya
yang terbuat dari botol plastik bekas, tidak memakai malam, tidak menggunakan kompor
berbahan bakar minyak tanah.
Ade Supriyadi, perajin
batik yang juga warga lokal menemukan teknik membatik ini. Dia juga menjadi
mentor bagi 15 ibu-ibu yang belajar membatik di Merbabu Asih yang mulai belajar
sejak bulan Maret 2023. ”Uniknya, batik di sini punya ciri khas karena mengangkat kearifan
lokal ‘proklim’. Motifnya juga patungan, ide bersama,” tutur Ade.
Hebatnya, sebagai newbie,
ibu-ibu yang dimentori olehnya terlah menghasilkan karya dan telah memasarkannya.
Jeanny misalnya, pada bulan November 2023, lima kain batik proklim karyanya sudah
dibeli oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Cirebon dan Kantor Kementerian Agama
setempat seharga Rp300.000 per lembarnya.
Selain mengambil tema
tanaman yang ada di sekitar RW 08 Merbabu Asih, batik yang dibuat warga juga
menggambarkan aktivitas warga dalam merawat lingkungan dan keberagaman, seperti: menyapu
dedaunan yang gugur, menyiram sayuran, serta ibu-ibu berhijab dan berpakaian
adat sedang membuang sampah dengan tertib pada tempatnya
Gambaran harmoni dalam
keberagaman bukan hanya pada batik yang dibuat, ibu-ibu yang berlatar belakang agama
dan suku berbeda itu juga merawat aneka sayuran bersama-sama. Di antaranya
dengan secara bergantian mereka piket menyiram tanaman. Jeanny yang asal Tana
Toraja, Sulawesi Selatan dan beragama Kristen guyub dengan warga muslim. ”Saya
baru dua tahun tinggal di sini, tetapi kebersamaannya terasa sekali,” ujarnya
kepada kompas.id (4 November 2023). Ibu dari 3 anak ini juga mengaku tak pusing
sewaktu harga cabai melonjak hingga Rp80.000 per kilogramnya dan memicu inflasi
di Cirebon karena dia bisa menikmatinya dari tanah Merbabu Asih.
Hartini, selaku Ketua
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) RW 008 urun suara. Dia menyatakan bahwa
aktivitas menanam sayuran dilakukan warga setempat sejak tahun 2015 dengan
menggunakan pupuk kompos dari sampah daun, kotoran hewan, dan sampah organik
rumah tangga. Tak perlu mengeluarkan modal besar untuk menjaga ratusan polybag
berisi sayuran di area green house. Hartini bahkan pernah memanen hampir
8 kilogram cabai dalam 3 bulan. Selain untuk dikonsumsi, cabai hasil panen itu
juga dijual kepada warga dengan harga yang lebih murah.
Untuk urusan sampah
organik, pengurus RW memfasilitasi wadah di sejumlah titik untuk menampungnya. Selain
itu juga ada lubang biopori yang dalamnya 1 meter. Biopori berguna untuk menyerap
air sekaligus mengolah sampah organik. Sedangkan sampah plastik, bisa dijual
warga ke bank sampah.
Menariknya, bank sampah
menggandeng Pegadaian dan menerima berapa pun banyaknya sampah warga. Tabungan berupa
sampah itu dicatat dan masuk ke catatan
bank sampah. Aktivitas mengelola lingkingan dengan menanam sayuran dan mengolah
sampah menyehatkan lingkungan dan tubuh warga. Manfaatnya sangat baik dirasakan
olehpara lansia di KBA Merbabu Asih.
RW 08 Merbabu Asih ini
juga dikenal dengan nama “Kampung Keberagaman”. Di sana berdiri 4 jenis rumah ibadah untuk
4 agama berbeda dalam jarak yang berdekatan. Rumah ibadah yang dimaksud adalah:
Pura Agung Jati Permana, tempat ibadah umat Hindu yang letaknya berseberangan dengan
bangunan Wreda milik umat Nasrani. Di dekat keduanya, ada Masjid As-Salam yang
letaknya tak jauh dari Vihara Bodhi Sejati, tempat ibadah umat Budha.
"Kerennya di Larangan ini, semua perangkat pemerintahan mendukung, camatnya, lurahnya, RT dan RW-nya sehingga keberagaman bisa dirawat," papar Kasi Bimas Islam Kemenag Kota Cirebon, Rizki Riyadu Taufik.
Selain stake holder, masyarakat
berperan penting. Upaya warga telah membuat kampung seluas 5,8 hektar dengan
penduduk 162 keluarga itu terasa lebih sejuk. Mereka merawat keberagaman
bersamaan dengan menjaga lingkungan.
Agus Supriono, Ketua RW
008 Merbabu Asih mengungkapkan
bahwa keberagaman warga sudah terjalin sejak dahulu, dibuktikan dengan
rumah-rumah ibadah itu, ”Perbedaan ini disatukan lewat silaturahmi, pertemuan,
dan pesan moral dari pemangku agama untuk menjaga kebinekaan. Pesannya,
hendaklah kita menjadi penyejuk di tengah perbedaan,” ujarnya.
Namun demikian, menurut Agus
modal toleransi ini perlu dioptimalkan dalam menyelesaikan masalah warga.
Persoalan utamanya adalah masalah lingkungan, seperti sampah dan banjir.
Dirinya menganggap perlu mengajak warga saleh terhadap alam. Dengan kesalehan
tersebut, niscaya tidak ada radikalisme salah jalan karena membuat warga santun
pada lingkungan dan manusianya. Menurut Agus, “perubahan iklim telah terjadi,
sedang terjadi, dan pasti akan terjadi”.
Kampung
Berseri Astra 2017
Kampung Ramah Lingkungan
Larangan Harjamukti Cirebon dirintis sejak 14 tahun lalu akibat keresahan timbulnya bau sampah di TPS
dekat pemukiman, juga sebagai respon atas bencana akibat terjadinya perubahan
iklim yang menimpa di beberapa wilayah seperti banjir, longsor, kekeringan, dan
penyakit akibat sanitasi kurang baik.
Kredo “yang rugi tapi
ada pahalanya saja dilakoni apalagi yang ada untungnya” menjadi value
yang terinternalisasi dalam batin warga Kampung Ramah Lingkungan Larangan,
bukan hanya optimalisasi angka harapan hidup bagi para manula semata tapi juga
modal besar bagi masa depan anak-anak untuk tumbuh sehat dan cerdas.
Mendapat anugerah Kampung Berseri
Astra (KBA) tahun
2017, inilah sejumlah hal yang dilakukan dengan konsisten sebelumnya sehingga mengantarkan
Kampung Ramah Lingkungan Merbabu Asih menerima anugerah ini:
1. Edukasi
a. Mengedukasi Masyarakat
Langkah awal yang Agus lakukan adalah memberikan pemahaman soal pentingnya memelihara lingkungan. Hal itu dilakukan agar ada keselarasan dalam mewujudkan harapan terciptanya kawasan permukiman yang bersih, sehat, indah serta Asri. Masyarakat juga dipahamkan tentang aneka persoalan lingkungan agar memahami target dalam mewujudkan kawasan permukiman yang ramah lingkungan. Menurut Agus, membangun masyarakat yang memiliki kesalehan terhadap lingkungan berarti juga membangun manusia yang mencintai lingkungan. Memberikan pemahaman kepada masyarakat. Pengetahuan kompleks diupayakan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Pesan-pesan mengenai melestarikan lingkungan juga dikemas dalam infiltrasi pesan-pesan kepada kepada warga dalam pertemuan rutin oleh para pemuka agama.
b. Edukasi Anak dengan Mobil Gowes
Dalam sebuah ruangan di Balai Pertemuan Kampung RW 08 Merbabu
Asih terdapat sebuah mobil gowes yang merupakan rancangan inovasi warga. Bukan
sekadar pajangan untuk melengkapi kerajinan daur ulang, mobil ini rutin
digunakan setiap hari Ahad untuk mengajak anak-anak berkeliling kampung. Selama
berkeliling, anak-anak diajak bermain sambil mengenal lingkungan mereka dan
mengumpulkan sampah rumah tangga seperti plastik, kertas, dan botol bekas yang
telah disiapkan di rumah-rumah warga. Setelah itu, sampah-sampah tersebut diangkut
menggunakan kendaraan bak terbuka ke tempat penampungan khusus guna diolah
menjadi kerajinan atau dijual lagi agar memiliki nilai tambah.
2. Menggagas
Komunitas Lingkungan
Komunitas Lingkungan
Kampung Ramah Lingkungan Merbabu Asih
digagas tak terpisahkan dengan Komunitas Secerah Pagi. Kepengurusan Komunitas
Secercah Pagi (Semoga Cepat Rapih Pekarangan Asri Gemerlap Indah) secara kelembagaan
dibentuk bulan Mei 2010. Agus menginisiasi komunitas ini untuk berkolaborasi
dalam menyusun strategi mewujudkan kampung Ramah Lingkungan Merbabu Asih.
3. Langkah
Nyata
Warga KBA RW.08 Merbabu
Asih terus berupaya untuk bisa beradaptasi dan melakukan mitigasi terhadap
perubahan iklim berjalan, seperti pengelolaan sampah dengan giat bank sampah,
pemilahan sampah, kerajinan daur ulang, pembukaan lahan perkebunan tanpa
pembakaran, pembuatan lubang resapan biopori, sumur resapan, pemanenan air
hujan, pemeliharaan air sumur, sarana pengendalian banjir, bangunan adaptif,
vegetasi, urban farming, pola tanam, keragaman hayati, ketahanan pangan,
zona oksigen, pemanfaatan pekarangan, pengendalian penyakit terkait iklim, PHBS
(perilaku hidup bersih dan sehat), dan sebagainya. Pohon peneduh dan pohon
produktif kurang lebih 2 hektar yang terus dijaga dan dipelihara oleh
masyarakat.
4. Kolaborasi
Astra dalam memnjalankan
kontribusi CSR-nya mendonasikan bibit pohon demi menopang gerakan penghijauan
serta tersedianya oksigen lebih banyak serta ketahanan pangan, dan gerakan
mengurangi pemakaian plastik. Begitu juga penyuluhan kesehatan masyarakat di
KBA RW 8 Merbabu Asih menggandeng DKK dan UPTD kesehatan Perumnas Utara Kota
Cirebon agar warga sehat dan kuat menuju masyarakat yang berdaya hidup harmonis
bersama lingkungan. Dengan metode ini sampah nyaris tak terlihat di jalan KBA
Merbabu Asih. Konsistensi dalam hal ini giat dilakukan selaras dan sejalan
dengan semangat “Kudu Eling” (kolaborasi penduduk dalam pengelolaan lingkungan)
sebagai salah satu penjabaran smart city pemerintahan Kota Cirebon.
Bagi warga Kampung Ramah
Lingkungan Larangan ini, desa tak perlu berubah menjadi kota agar bisa sejahtera.
Warga mampu berdaya dengan mengoptimalkan potensi yang ada. Pemerintah Kota
Cirebon dengan Astra bersama masyarakat bergerak bersama keragaman yang setia
pada cita-cita persatuan Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam visi Astra
group: menjadi perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial dan ramah
lingkungan.
5. Keberagaman
Menjadi Magnet
Lebih dari itu, taman yang
merupakan simbol asertif yang mengajak siapa saja untuk mempertahankan budaya
daerah seperti dilambangkan oleh motif batik mega mendung pada dinding taman
dengan tulisan “PEACE OF MIND” mengisyaratkan pesan kuat untuk menghargai
kebinekaan Indonesia yang sudah terwujud dalam bentuk kerukunan antar umat beragama
di Kampung Ramah Lingkungan Larangan.
Beragamnya warga RW 8
Merbabu Asih yang ditunjukkan dengan keberadaan 4 buah bangunan tempat ibadah
agama-agama berbeda serta multietnis membentuk KBA ini menjadi kawasan
permukiman yang menarik.
Keberagaman ini menjadi
magnet kuat bagi para pengunjung untuk belajar bagaimana smart NKRI dan smart
environment dapat terwujud. Tentunya layak menjadi model untuk diduplikasi
di daerah lain. Apresiasi juga datang dari berbagai instansi dan tamu-tamu dari
luar kota hingga luar pulau Jawa bahkan dari mancanegara. Mereka berasal dari
berbagai kalangan berkunjung dan mengungkapkan ketertarikan mereka terhadap
konsep proklim sederhana yang sudah diterapkan di RW 8 Merbabu Asih.
Agus Supriono yang juga inspirator Kampung Ramah
Lingkungan Merbabu Asih ini menyatakan, “Menyelamatkan lingkungan itu wajib, suka
atau tidak harus bergerak bersama. Kita hidup di lingkungan hidup,
sekecil apa pun upaya menyelamatkan lingkungan harus terus dilakukan.”
Kabar Terbaru
dari Kampung Ramah Lingkungan Larangan
Kampung Ramah Lingkungan
Larangan atau RW 08 Merbabu Asih berhasil menjadi pemenang pertama pada Festival Milm Kampung tahun 2024 tingkat Kota Cirebon yang diumumkan 12 Juli 2024 lalu. Festival ini
diselenggarakan dalam rangka HUT Cirebon yang ke-597. Diikuti oleh 14 Kreator
(RW), juri memilih film "Pesona Pekarangan RW 08" hasil produksi RW 08 Merbabu
Asih, Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti sebagai juara 1.
Festival Milm Kampung di
Cirebon tahun ini yang mengusung topik "Pekarangane Kita" yang menjadi
langkah strategis dalam pengembangan ruang terbuka hijau (RTH). Film pendek
dalam festival ini diproyeksikan merekam upaya kreatif yang dilakukan warga dalam
tingkat RW untuk memanfaatkan lahan kosong. Dengan demikian, realitas potensi
unggulan ruang terbuka hijau setempat dapat terekspos melalui film.
Dalam kompetisi yang memperebutkan
piala PJ Wali Kota Cirebon ini, para peserta membuat film dokumenter drama(dokudrama)
pendek berdurasi 10 hingga 15 menit yang
diproduksi oleh warga di 249 RW di lingkup Kota Cirebon.
Walau bukan orang Cirebon,
saya merasa bangga dengan konsistensi warga KBA Merbabu Asih. Istilah sustainance (keberlanjutan) yang digaungkan melalui
video Disbudpar Kota Cirebon berjudul “Merawat KE BHINEKAAN di RW 08 Merbabu
Asih Kota Cirebon Dewi Jawara 2022” dua tahun lalu bukan sekadar ungkapan
kosong.
Warga RW 08 yang
dikomandani Pak Agus Supriono memang konsisten dan berkelanjutan merawat
lingkungan dan keberagaman. Terbukti dari kemenangan yang diraih dalam Festival
Milm Kampung tahun 2024. Kata orang Maluku, “KBA Merbabu Asih seng ada
lawan!”
Makassar,
15 Agustus 2024
Referensi:
- https://www.youtube.com/watch?v=XTX58uo7tOg
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231031161030-12-1018189/masriah-kembali-jadi-tersangka-usai-buang-sampah-di-rumah-tetangga
- https://rakyatcirebon.disway.id/read/653549/kelurahan-larangan-dicanangkan-kemenag-jadi-kampung-moderasi
- https://resourcesasia.id/pemberdayaan-merajut-keberagaman-di-merbabu-asih/
- https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/11/06/keberagaman-dan-konservasi-lingkungan-dari-rw-008-merbabu-asih-cirebon?open_from=Search_Result_Page
- https://kuninganmedia.com/buka/baca/1574953701
- https://kumparan.com/isnaini-khomarudin/optimisme-kba-merbabu-asih-potret-kelestarian-bumi-dalam-bingkai-toleransi-1zLw64FRTkl/full
- https://www.youtube.com/watch?v=ZXB2HNBuXAk
- https://www.youtube.com/watch?app=desktop&v=5aTbr08Dpc0
- https://www.youtube.com/watch?v=eIFwBxiEPA0
- https://www.beritatrans.com/artikel/215917/Astra-Group-Bantu-1500-Pohon-Buah-buahan-untuk-Warga-Kota-Cirebon-/
- https://www.rri.co.id/daerah/823108/rw-08-merbabu-asih-kota-cirebon-juara-1-milm-kampung-2024
- https://rejabar.republika.co.id/berita/sdt9dx512/ruang-terbuka-masih-minim-festival-milm-kampung-cirebon-angkat-tema-pekarangane-kita
- https://www.viva.co.id/siaran-pers/1584245-kemenag-kampung-moderasi-gerakan-jangka-panjang
- https://jayapura.kemenag.go.id/post/sosialisasi-dan-launching-kampung-moderasi-beragama
8 komentar
Wih, keren banget ceritanya. Memang benar ya kalau misalnya kita ingin melakukan suatu perubahan, kita perlu melakukan aksi nyata terlebih dahulu dan mencontohkannya ke masyarakat. Selain itu yang tak kalah penting juga adalah kolaborasi dan kerjasama diantara masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik lagi. Bisa jadi ide nih buat para pemimpin daerah yang ingin daerah pimpinannya lebih maju agar lebih memperhatikan masyarakatnya dan saling berkolaborasi membangun Indonesia di tengah-tengah menyatukan keberagaman ini.
BalasHapusPositif, karena menunjukkan keberhasilan yang signifikan dari RW 08 Merbabu Asih dalam memenangkan festival yang penting bagi Kota Cirebon. Festival ini tidak hanya sekadar ajang kompetisi, tetapi juga menjadi alat untuk mempromosikan kesadaran lingkungan dan pengelolaan ruang terbuka hijau. Keikutsertaan warga dalam produksi film menunjukkan keterlibatan komunitas yang tinggi dan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan. Inisiatif seperti ini patut diapresiasi karena dapat menginspirasi RW lain untuk berkontribusi secara kreatif dalam pembangunan lingkungan yang lebih baik.
BalasHapusKeren banget ceritanya. Untuk perubahan, aksi nyata dan kolaborasi masyarakat sangat penting. Pemimpin daerah perlu fokus pada kerja sama untuk memajukan wilayah dan membangun Indonesia dengan menyatukan keberagaman. Ini bisa jadi ide menarik.
BalasHapusMemang rezeki banget rasanya kalo punya tetangga rukun kak. Saling semuanya. Jadinya bikin bertambah rasa syukur. Btw kak semoga KBA Merbabu Asri menginfluence banyak kampung lainnya kak di seluruh Indonesia
BalasHapusmasyaAllah respon warga meski keberagaman tapi kalau ada inisator yang pantang menyerah hasilnya tidak ada yang sia-sia.....semoga makin menginspirasi kampung kapung lain di indonesia agar mau guyub rukun sak lawase
BalasHapusSalut banget sama warga Kampung Merbabu Asih yang kompak selalu menjaga kebersihan lingkungan. Bukan hal yang mudah ya kan buat menyatukan kepala untuk berbuat baik dan bermanfaat sama kampung tercinta
BalasHapusYg kampung merbabu asih kereeeeen. Toleransi keberagaman nya kuat, sampe punya kebun yg dirawat bersama. Yg paling salut bisa jd pemenang festival film pendek itu 😍😍👍.. Malah jadi pengen nonton filmnya aku mba. Penasaran lihat suasana nya seperti apa. Beruntung banget sih kalo tinggal di lingkungan seperti ini
BalasHapusIkut salut dan bangga, di tengah bermunculannya kisruh bertetangga di sekitaar kita ada Warga RW 08 yang dikomandani Pak Agus Supriono yang konsisten dan berkelanjutan merawat lingkungan dan keberagaman. Keren!
BalasHapus