The Power of Social Media: Kita Adalah Influencer – “Malas rasanya buka Facebook dan WA, banyak sekali berita duka,” seseorang pernah mengucapkan ini dan saya mengiyakannya. Beberapa bulan setelah pandemi berlangsung, banyak sekali berita duka dari orang-orang yang dikenal, baik itu yang dikenal di dunia nyata maupun dari teman-teman dunia maya.
Berita
Dukacita di Media Sosial
Tak disangka saya yang
membuat “berita dukacita”
di Facebook dan Instagram sebulan yang lalu, ketika kedua orang tua berpulang.
Ibunda terlebih dulu, dua hari kemudian ayahanda menyusul. Sebagaimana manusia
zaman sekarang, saya menggunakan Instagram dan Facebook, selain pesan Whatsapp
dan menelepon sebagai penyampai pesan kepada karib dan kerabat.
Yeah, rasanya saya melakukan pembenaran
terhadap survei yang menyebutkan bahwa: masyarakat
Indonesia, sebanyak 76% memanfaatkan media sosial sebagai sumber informasi yang
paling mudah diakses[1].
Permasalahan yang muncul
ketika itu, menyangkut tatacara pemakaman yang oleh beberapa orang, kami
disarankan untuk sembunyi-sembunyi memakamkan kedua orang tua secara umum
padahal keduanya meninggal dalam kondisi belum sembuh dari covid-19.
Berita duka di media sosial, sekaligus menyampaikan pesan.
Perasaan yang sebenarnya
merasa ringan karena sudah ikhlas menerima takdir, lantas menjadi tak karuan
akibat reaksi beberapa orang ini. Jika tak ditanggapi balik, bisa berakibat
fitnah kepada saya dan adik-adik karena mereka ada yang berani mengatakan bahwa
kedua orang tua tidak kena covid, hanya penyakit jantung.
Menyampaikan
Kebenaran dalam Suasana Duka Melalui Media Sosial
Tentu saja saya
mengkronfrontasi secara langsung dengan lisan kepada mereka yang berkata-kata
langsung kepada saya. Buat mereka yang bicara di belakang itulah saya tuliskan
untaian kata-kata di media sosial, kemudian di blog www.mugniar.com.
Pesan kebenaran harus
segera disampaikan meski masih dalam keadaan berduka. Jika tidak, akan semakin
perih rasanya karena fitnah bisa berkembang menuding saya dan adik-adik sebagai
anak kurang ajar karena memakamkan orang tua secara protokol covid padahal
demikianlah kebenaran yang harus dilakukan. Menuruti aturan pemerintah dan
tidak melanggar syariat Islam.
Saya yakin kedua orang tua
kami tidak ingin anak-anaknya berbuat dosa sepeninggal mereka. Menyembunyikan
fakta berpulangnya mereka terkait covid dan membiarkan para pelayat berkunjung
pastilah akan berbuah zalim. Covid itu kejam, jika ada pelayat yang sakit dan
menjadi parah, bukankah kami berdosa?
Beberapa tulisan penyampai pesan.
Pilihan untuk mengunggah
di media sosial adalah pilihan yang tepat. Bukan untuk mencari sensasi. Saya
sudah sering menjalani peran sebagai influencer untuk konten marketing
di media sosial dan blog, sayang sekali rasanya jika tidak memanfaatkan
media sosial dan blog untuk memaparkan kebenaran dan hal-hal baik lainnya.
1. Berpulang
dengan Perantaraan Covid Bukan Aib
Banyak orang yang
berpendapat meninggal dengan perantaraan sebab penyakit yang dibawa oleh SARS-CoV-2 merupakan AIB.
Mengapa saya katakan
demikian?
Karena ada orang yang
menyembunyikan kematian kerabatnya tersebab covid. Saya pernah dengar kejadian
orang yang dimakamkan di pekuburan umum dengan tatacara umum padahal almarhum
kena covid.
Anjuran beberapa orang
agar kami menyembunyikan kenyataan ini dan menguburkan dengan cara biasa juga
menjadi bukti bahwa sebenarnya realita ini ada di tengah masyarakat kita
padahal ini salah!
Bismillah, sebisa mungkin kebenaran
harus disuarakan. Secara lisan tak bisa tersebar luas. Berbeda jika ditulis di
media sosial dan blog, siapapun bisa membacanya. Link-nya bisa di-share
ke mana-mana. Sekalian memanfaatkan ragam alasan orang menggunakan media
sosial.
2. Memanfaatkan
Kebiasaan Masyarakat Bermedia Sosial untuk Menyampaikan Kebenaran
Menurut data yang saya peroleh dari KIC, sejumlah 36,5% responden menggunakan medsos dengan alasan ingin tetap up to date dengan berita dan peristiwa terkini, 33% ingin tetap terhubung dengan teman, dan 26,8% responden memanfaatkan media sosial untuk membangun networking dengan orang lain[2].
Banyak yang mengakses medsos, alasannya untuk sumber informasi, influencer memanfaatkan ini. Sumber: databoks.katadata.co.id. |
Sebagian yang lainnya punya alasan berbeda-beda sih. Ada yang mencari konten hiburan (35%), mengisi waktu luang (34,4%), dan lain-lain. Apapun alasan mereka, harapannya ketika mereka membuka time line medsosnya, apa yang saya upload bisa terbaca.
Maka dari itu saya berusaha menulis dan menyebarkannya di media sosial dan blog. Jika ada yang mendapatkan wawasan baru dari postingan-postingan
saya, semoga saya dapat pahala dari Yang Maha Kuasa. Yang jelas, saya dan
adik-adik terhindar dari dosa dan fitnah.
Siapapun
Bisa Jadi Influencer di Jaman Now
Influencer adalah orang yang dapat memengaruhi
orang lain untuk ikut membeli produk tertentu. Influencer merupakan strategi
pemasaran yang tengah hits beberapa tahun terakhir ini melalui media
sosial.
Influencer bukan hanya dari kalangan
artis, youtuber, blogger, penulis buku, atau orang yang dianggap memiliki
peran penting dalam sebuah komunitas, lho. Sekarang ini influencer bisa
dari mana saja, dengan jumlah follower yang tidak terlalu besar.
Nama beken seperti
Awkarin, Fiki Naki, dan Tasya Farasya saja memulainya dari nol hingga
seterkenal sekarang. Para influencer ini membuat konten marketing yang
diharapkan dapat berpengaruh pada pengikutnya.
Pemilik akun @cleverdid tidak dikenal banyak orang sebelum dia membeberkan mengenai selebgram Rachel Vennya yang kabur dari karantina. Si pengunggah kesal karena Rachel seharusnya 8 hari dikarantina sepulangnya dari Amerika Serikat namun baru 3 hari dia kabur[3].
Well, ada istilah “influencer
marketing”, yaitu strategi pemasaran yang menggunakan jasa influencer,
lho. Di internet bukan hanya beredar tips bagaimana menjadi influencer,
ada juga tips mengenai bagaimana menemukan influencer yang tepat
untuk sebuah brand atau produk. Kalian yang sudah sempat viral, siap-siap diamanahi jadi brand ambassador.
1. Media
Sosial Favorit untuk Mengisi Waktu
Bersumber dari data Facebook, media sosial menjadi favorit para konsumen untuk mengisi waktu di kala pandemi[4]. Jelaslah hal ini terjadi karena ada dampak positif dari media sosial, minimal untuk mengisi waktu luang. Kita semua bisa mengambil peran menjadi influencer bagi hal-hal positif.
Data mengenai media sosial yang banyak dibuka saat pandemi.
Sumber: databoks.katadata.co.id.
Ketika semua orang lebih
banyak berada di dalam rumah, apa lagi yang diandalkan selain internet? Ketika
butuh mencari lowongan pekerjaan, koneksi internet dibutuhkan, ketika
berkomunikasi dengan karib dan kerabat, internetlah yang dibutuhkan, pun ketika
memesan (bahan) makanan secara online, jaringan internet harus ada.
2. Setengah
Penduduk Bumi, 7 Jam Sehari
Dari Indozone.id, saya mendapatkan informasi dari
berita yang berjudul Setengah Penduduk Bumi Kini Jadi Pengguna Internet,
Habiskan Hampir 7 Jam Sehari. Dalam riset bertajuk Digital 2020 Global
Overview Report disebutkan bahwa saat ini lebih dari 4,5 miliar dari 7,75
miliar penduduk planet ini sudah menjadi pengguna internet[5].
Dalam berita lain, di
situs yang sama disebutkan bahwa pengguna
internet di Indonesia pada awal 2021 ini telah meningkat, mencapai angka 202,6
juta jiwa. Angka ini naik sebesar
15,5% atau bertambah kurang lebih 27 juta penduduk dibandingkan pada Januari
tahun 2020. Total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta
jiwa. Ini artinya, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,7
persen[6].
Nah, bukankan ini sungguh menjadi peluang yang baik bagi kita dalam berbuat baik? Walau keadaan kantong sedang minim-minimnya, biasanya orang-orang jaman now tetap berupaya mengakses internet. Internet dan media sosial bak kebutuhan primer yang kedudukannya sama dengan makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Saat ini banyak di sekitar
kita yang menjadi pelaku UMKM. Kebaikan lain yang bisa dilakukan adalah
membantu mempromosikan produk mereka melalui media sosial. Putu Ayu Saraswati –
Puteri Indonesia Lingkungan 2020 mengatakan bahwa saat ini siapapun bisa
menjadi orang yang memberikan pengaruh atau influencer dengan
menggunakan media sosial untuk mempromosikan produk-produk lokal termasuk
produk berbasis kebudayaan seperti kain batik[7].
3. Rambu-rambu
Menjadi Influencer
Kalau kalian pernah
belajar tentang hak dan kewajiban, diingat-ingat saja mengenai batasan umum
dalam menulis, sekalipun itu kebaikan adalah jangan melanggar hak orang lain. Memang
kebebasan berpendapat kita di negeri ini dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28 namun
kebebasan yang dijalani adalah kebebasan yang bertanggung jawab, yang
tak melanggar hak orang lain sebagaimana yang diatur dalam UU
No. 9 Tahun 1998.
4. Waspadalah
… Waspadalah
Pernah dengar anjuran
bijak yang mengatakan bahwa hal-hal baik sebaiknya disampaikan dengan cara
baik? Nah, waspadai agar konten kita tidak mengandung ke-10 hal yang saya
kumpulkan dari berbagai sumber ini:
- Hoax : kabar bohong atau
mengungkapkan hal yang tidak benar.
- Ghibah sama dengan gosip:
menggunjing atau mengobrolkan mengenai hal negatif tentang seseorang atau
sesuatu.
- Fitnah: menuduh pihak lain tentang sesuatu yang tidak benar.
- Adu domba, melakukan hal dengan tujuan mengadu domba.
- Bullying: menyerang atau
menganiaya pihak secara psikis maupun fisik.
- Aib: malu, menyebarkan aib atau kekurangan/kecacatan sesuatu atau seseorang yang bisa menimbulkan rasa malu dari yang bersangkutan.
- Mengandung ujaran kebencian: mengatakan hal-hal yang menunjukkan kebencian pada pihak lain.
- Plagiasi: jiplak atau memuat konten orang lain tanpa menuliskan sumbernya.
- Barang terlarang: narkoba, judi, miras, pornografi.
- Seksisme: melakukan sesuatu dengan prasangka negatif berdasarkan gender.
Ribet ya?
Ya bagaimana, ungkapan “jarimu harimaumu” itu nyata, soalnya. Kita sudah melihat bagaimana pesohor Jerinx sempat masuk bui karena kontroversinya soal covid-19. Belum lama ini viral hoaks yang menyebutkan bahwa WHO menyatakan vaksin Sinovac adalah vaksin yang paling lemah melalui sebuah akun Instagram[8].
Hal-hal demikian
berpotensi membuat makin banyak orang yang abai dengan protokol kesehatan dan
vaksin padahal dunia masih dalam kondisi pandemi. So, memang harus
sedikit ribet karena harus selalu belajar untuk menjadi influencer yang
baik dan beretika. Hal-hal baik sebenarnya mudah dilakukan tapi tetap ada
rambu-rambu yang tak boleh dilanggar, juga ada etika yang tak boleh diabaikan. Bagaimana,
sudah siap menjadi influencer?
“We
never know which lives we influence, or when, or why.” ― Stephen King,
11/22/63
[1] Katadata Insight Center (KIC), https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/11/23/masyarakat-paling-banyak-mengakses-informasi-dari-media-sosial,
diakses 14 Oktober 2021, pukul 16:29.
[2] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/19/ragam-alasan-orang-menggunakan-media-sosial,
diakses pada 14 Oktober 2021 pukul 17:10.
[3] https://www.indozone.id/seleb/jzspRk6/rachel-vennya-disebut-sempat-sekamar-bareng-pacar-saat-karantina/read-all,
diakses 14 Oktober 2021, pukul 21:30.
[4] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/06/10/sederet-aplikasi-yang-pertama-dijajal-konsumen-kala-pandemi,
diakses pada 14 Oktober 2021, pukul: 19:01.
[5] https://www.indozone.id/tech/n0svl65/setengah-penduduk-bumi-kini-jadi-pengguna-internet-habiskan-hampir-7-jam-sehari/read-all,
diakses 14 Oktober 2021, pukul 19:19.
[6] https://www.indozone.id/news/ers7nRX/jumlah-pengguna-internet-indonesia-tembus-202-juta-ini-yang-sering-dilakukan-netizen,
diakses pada 14 Oktober 2021, pukul 19: 23.
[7] https://www.indozone.id/seleb/yBsELQz/putu-ayu-sebut-siapapun-bisa-jadi-influencer-untuk-promosikan-produk-lokal/read-all,
diakses 14 Oktober 2021, pukul 19:27.
[8] https://covid19.go.id/p/hoax-buster/salah-who-menyatakan-bahwa-vaksin-sinovac-adalah-vaksin-yang-paling-lemah,
diakses 14 Oktober 2021, pukul 20:22.
13 komentar
Masa seperti sekarang buat konten harus makin hati hati. Terima kasih pengingat untuk tak melakukan 10 hal itu mba. Jadi penyemangat aku untuk berhati hati
BalasHapusIya, Mbak .... saya pun masih harus sering memperingati diri sendiri untuk tidak gegabah. Tulisan ini jadi pengingat juga buat saya.
HapusKadang sya berfikir, enak banget ya influencer seperti para selebgram hidupnya namun tidak memberi contoh kepada masyarakat. Gaya hidup hedonisme mereka biasanya selalu diikuti oleh para follower. Bener mulai dr sekrng kita sebaiknya bijak mengunggah sesuatu ke media sosial ya mba
BalasHapusNah iya. Apalagi yang bikin kasus itu. Duh, na'udzubillah deh. Semoga kita terhindar dari hal2 buruk ya, Mbak.
HapusTurut berduka cita ya Mbk, semoga kedua orang tua mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah. Sedih banget diawal pandemi, aku sempat jarang baca status teman2 karena aku smepat drop, maklum ada asma.
BalasHapus10 poin yang mesti diwaspadai itu ... sayangnya sering banget kutemukan dalam keseharian di media sosial :( Paling bisa dimulai dari diri sendiri ya, hanya menyampaikan konten kebenaran dan kebaikan.
BalasHapusMemang bersosial media itu wajib pahami etikanya dengan baik ya, Ma. Kita kudu cermat mana berita yang bisa kita serap dan share, mana yang tidak.
BalasHapusWah panjangnya, Mba Niar. Ulasannya menarik. Memang sekarang orang lebih kenal internet daripada teve. Aku pun lebih kenal selebgram daripada artis sinetron wkwk. Tapi kenal selebgram karena kontroversinya macam Raven itu.
BalasHapusTurut bersedih mbak, semoga makin dikuatkan ya mbak :(
BalasHapusIya mbak saat menggunakan media sosial apalagi sudah ada yang kenal dan percaya pada postingan kita kyknya emang ada rasa tanggung jawab ya supaya postingan kita tu bertanggungjawab, gak hoax, bahkan kalau bisa bermanfaat. Krn apa yg kita posting tu kelak akan ipertanggungjawabkan.
Peran media sosial di masa pandemi sangat besar yaa, kak Niar.
BalasHapusSelain kini juga masih tetap taat prokes dengan social distancing, alangkah baiknya memberi kabar kepada sanak saudara agar tetap terjalin silaturahm yang baik.
Keajaiban sosial media juga banyak sekali.
Semoga kita semua bisa bijak menggunakan sosial media.
mba turut berdukacita, semoga orang tua mendapat tempat terbaik surganya Allah, peluk
BalasHapusbtw setuju mba setiap orang bisa mnejadi nfluencer, mempengaruhi orang untuk berbuat baik, kadang kita lupa rambu rambu yang 10 itu ya mba, apalagi kalau yang pertama sebar orang terdekat kita langsung deh percaya dan sebar, padahal apapun itu harus dicek dahulu kebenarannya
Terimakasih banyak mba untul tulisannya, jadi pengingat banget sih.. apalagi aku jg suka share info gitu baik di fb wa atau ig selama ini juga udah di saring mana yg penting dan bermanfaat kalau gak biasanya di skip
BalasHapusMedia sosial seperti dua mata pisau ya mbak. Bisa membawa manfaat tapi juga dapat menimbulkan mudharat jika kita tidak berhati-hati menggunakannya. Terima kasih mbak, tulisanmu menjadi pengingat.
BalasHapus